“Mas, ini filter apa?”, tanya Bapak dari ujung telepon di seberang sana
“Itu filter ND Pak”, jawabku dari ujung telepon sini
“Ya, tapi merknya ini apa?”
“duh ...”
Filter Apa Ini?
Waktu itu, aku tidak punya waktu untuk keliling-keliling toko kamera di Jogja demi mencari filter neutral density (ND). Alhasil, aku telpon lah Bapak di Bandung, minta tolong dicarikan filter ND8 dengan diameter 67 mm.
Selang beberapa saat, Bapak menelpon balik,
“Pilih yang merk Kokaii Rp150.000 atau merk SOLO Rp400.000?”
Sebenarnya, itu pilihan yang membuat hati dan dompet jadi galau #halah. Hmm, kalau melirik harga filter Kokaii yang "hanya" Rp150.000 itu... nggg... kok aku jadi meragukan kualitasnya ya? Bukankah selalu ada pakem, “ada harga, ada rupa”?
Filter Neutral Density (ND) 8 merk SOLO
Cari yang Murah, tapi Jangan Murahan
Jadi, pilihan yang bisa aku terima adalah filter SOLO seharga Rp400.000. Tapi ya kenapa harus merk SOLO? Kenapa bukan merk yang lumayan akrab di telinga? Semacam Hoya, Kenko, atau Marumi?
Tapi seingatku, aku pernah membaca review filter Solo ini di Majalah Chip Foto Video. Entah edisi ke berapa.
Harga filter ND8 SOLO itu sebenarnya juga termasuk faktor pertimbanganku memilih filter untuk padanan lensa Nikkor AF-S 18-135mm DX. Dengan harga lensa yang “hanya” sekitar Rp3,7 juta, rasanya kurang pantas kalau dipadankan dengan filter dari merk terkenal macamnya Singh-Ray atau B+W yang harganya Rp2 juta ke atas.
Selain itu, “beban mental” memakai filter mahal tentunya juga memberi tekanan tersendiri. Membayangkan medan tempur dan aksiku di lapangan kelak, sepertinya resiko filter itu terbentur atau tergores bakal sangat besar. Eman-eman kalau katanya orang Jawa, hehehe.
Kemasan Filter ND8 SOLO dari kaleng yang sudah tergores karena aksiku di lapangan
Kemasan yang Minimalis (banget!)
Filter SOLO ini dikemas dengan sangat elegan. Kalau biasanya kemasan filter merk lain terbuat dari kotak plastik, Filter SOLO ini dikemas dalam kotak kaleng (tin plate). Yah, semoga saja tidak bakal karatan di kemudian hari. Di dalamnya dijejali oleh busa lembut yang mengelilingi filter. Pada sisi filternya sendiri tertulis “SOLO PRO ND8 67mm”.
Baik di sisi filter maupun di kotak kemasannya sendiri hanya tertera kata-kata filter, SOLO, ND8, dan 67mm. Titik. Hanya itu. Tanpa ada keterangan produk atau produsen walaupun hanya sekadar promosi. Menggali informasi dari internet pun sepertinya sia-sia. Pantas saja Bapak bingung (aku juga bingung) dengan filter SOLO ini. Benar-benar minimalis hingga menimbulkan kekhawatiran, apakah kualitas filter ND8 SOLO ini sepadan dengan harganya?
Bagian dalam kemasan filter ND8 SOLO dari kaleng
Klaim ND8 Tidak Terbukti!
Petualanganku di Makassar adalah tes lapangan untuk filter ini. Bobotnya ringan. Mungkin filter ini termasuk kategori filter slim, jadi kalau terjatuh dari genggaman rasanya bakal terlewatkan begitu saja. Jadi, harap hati-hati dalam membawanya.
Ketika dipadankan dengan Nikon D80 dan lensa AF-S DX 18-135mm, klaim ND8 seharusnya menurunkan 3 f-stop tidak terjadi. Yang terjadi adalah penurunan sekitar 4,25 f-stop.
Semisal dengan ISO 100 dan diafragma f/8 aku memperoleh kecepatan rana 1/200 detik dari kamera. Kalau menggunakan filter ND8 “seharusnya” aku memperoleh kecepatan rana 1/25 detik. Namun dengan filter ND8 SOLO ini kecepatan rana yang kuperoleh sekitar 1/10 detik.
Kecepatan rana yang lebih lambat ini kalau saat memotret air terjun dengan teknik slow speed memang menguntungkan. Tapi ada kekurangannya juga, sebab filter ND8 SOLO ini terasa lebih gelap dan pekat. Alhasil, jika filter terpasang di lensa, bakal susah untuk membidik lewat viewfinder karena gelap.
Foto tempat parkir sepeda di Curug Indah Gedangsari yang berwarna merah karena pemakaian filter ND8 SOLO
Warna Foto Jadi Kemerahan
Satu hal yang mungkin patut diperhatikan, dicatat, dan menjadi keanehan dari filter ini adalah tentang color casting atau pelunturan warna. Dari pengalamanku menggunakan filter ND8 SOLO ini, warna foto menjadi condong ke arah merah.
Kalau Pembaca memotret menggunakan format JPG hal ini berarti bencana karena bakal sulit sekali mengembalikan warna foto menjadi seperti aslinya. Dengan format RAW masih menyisakan harapan, tapi ya perlu usaha keras mengatur parameter saturasi warna karena koreksi pergeseran warna yang kemerahan ini tidak bisa dilakukan dengan hanya menyesuaikan white balance saja.
Namun pergeseran warna ini tidak selalu menjadi hal yang buruk kok pembaca. Seperti saat memotret di Pantai Losari. Pergeseran warna oleh filter ini mampu untuk menghidupkan suasana senja yang biasa-biasa saja jadi merah merona nan cantik.
Terakhir, durabilitas alias ketahanan filter ini termasuk bagus. Noda yang melekat (seperti bekas sentuhan jari) relatif mudah dibersihkan. Setelah aku lepas-pasang berkali-kali, filter ini tentu bakal tergores dan pada kenyatannya ... memang tergores, hehehe . Namun goresannya amat kecil, tidak begitu tampak apabila tidak dicermati secara teliti, dan tidak terlampau berpengaruh pada kualitas foto dibanding pergeseran warna itu .
Bila dipakai dengan benar, hasilnya tak mengecewakan
Pemakaian Harus (Ekstra) Hati-Hati
Kesimpulannya, Filter ND8 SOLO ini layak dipertimbangkan sebagai aksesori fotografi ... dengan berbagai catatan. Yang perlu dipertimbangkan betul-betul adalah Pembaca harus ikhlas menerima keanehan pergeseran warna foto menjadi kemerah-merahan.
Aku tidak tahu apakah hal ini disebabkan oleh cacat filter atau padanan lensa dan filter yang tidak cocok. Tapi yang jelas, untuk harga filter ekonomis di bawah 1 juta rupiah, tentu ada beberapa hal yang jauh dari sempurna bukan?
Pilihan ada di tangan Pembaca.
NIMBRUNG DI SINI
harus beli yg ND brapa? Tolong d bantu yah