Bulan September ini adalah bulan yang menegangkan. Khususnya bagi penggemar fotografi dan pengguna Nikon seperti aku ini, hahaha.
Di bulan ini digelar Photokina, pameran fotografi bergengsi di Jerman yang diadakan tiap dua tahun sekali. Ajang ini kerap dimanfaatkan oleh para pelaku industri fotografi untuk meluncurkan produk-produk baru mereka. Suatu hal yang sangat dinanti-nanti oleh para konsumen pada umumnya.
Seperti kabar burung yang sudah tersiar di mana-mana (di Nikon Rumors misalnya), Nikon bakal meluncurkan produk DSLR terbaru mereka di Photokina. Pada awalnya, banyak yang menduga bahwa Nikon akan meluncurkan D400 sebagai pengganti D300s yang telah berusia 4 tahun. Namun, semua anggapan itu salah besar, tatkala Nikon mengumumkan D600 sebagai produk baru mereka.
Eh, apa itu Nikon D600?
Penjelasan singkatnya: Nikon D600 = Body Nikon D7000 + Sensor Nikon D800
Kalau menurut slogan promosinya: An affordable full-frame DSLR yang diterjemahkan menjadi DSLR full-frame yang terjangkau.
Wow!
Terjangkau?
Jika mengingat harga D800 di kisaran $2.900 (setara Rp28 juta), tentu banyak konsumen yang berharap bahwa DSLR ini benar-benar menjadi DSLR full-frame yang terjangkau. Namun apa daya, banyak konsumen yang pupus harapan tatkala Nikon mengumumkan harga resmi D600 senilai $2.000 (setara 19 juta).
Oke... setidaknya lebih terjangkau dari D800. Ada potongan harga hampir Rp9 juta gitu.
Aku misalnya, menduga bahwa D600 akan dilepas di kisaran harga $1.500 – $2.000. Dugaan awalnya memang adalah bahwa D600 sebagai penerus dari D300s. Sebab tanda-tanda kemunculan D400 seperti tak berhembus. Diselingi juga perasaan heran, bahwa benarkah Nikon berniat menjadikan DSLR full-frame untuk menjadi DLSR level-up dari para pengguna DSLR bersensor DX?
Karena selama ini roadmap yang terbentuk adalah seperti ini.
Pengguna pemula baru belajar pakai DSLR? D3200
Pehobi pemula butuh lebih dari DSLR pemula? D7000
Pengguna mahir? D300s
Pengguna DSLR high-end ingin ringkas? D800
Pengguna DSLR high-end? D4
Pertanyaannya adalah di manakah posisi D600? Siapakah segmen penggunanya?
Ini menimbulkan suatu kegelisahan...
Kegelisahan itu?
Jika dianggap bahwa D600 adalah penerus dari D300s, maka hanya akan tersisa 2 segmen DSLR yang mengusung sensor DX, yaitu segmen D3200 dan D7000. Padahal, kalau seorang pemula merintis jalur fotografinya dari sensor DX (mayoritas pemula memulai dari D3200) dia akan membangun perlengkapan dengan sistem DX. Untuk melanjutkan ke jenjang mahir dia akan berada di segmen D600, yaitu segmen full-frame (FX) yang mengharuskannya memulai membangun perlengkapannya dari awal.
Mudahnya seperti ini, aku misalnya merintis jalur fotografi dengan D3200 dan lensa 18-55 atau 18-105. Sepanjang perjalanan, mungkin aku akan menambah dengan lensa-lensa lain seperti 55-200 atau 55-300. Namun, pada saat aku hendak beranjak ke tingkat mahir, di mana pilihannya hanya pada segmen D600, maka aku harus membangun perlengkapanku dari awal.
Memang, aku bisa saja menggunakan lensa-lensa untuk sistem DX, tapi tak akan memberikan hasil yang maksimal karena sistem DX dan FX adalah dua sistem yang berbeda. Apalagi, menggunakan sistem FX berarti harus siap menggunakan lensa-lensa profesional yang harganya nyaris mendekati harga body kamera FX itu sendiri.
Hingga pada akhirnya banyak konsumen (seperti aku) yang mendengungkan irama lagu,
“Nikon, DX mau dibawa ke mana?”
Apakah Nikon serius menggarap sistem DX? Karena jujur, sistem DX itu konsumennya lebih banyak dibanding sistem FX. Lebih mendulang untung dan memiliki masa depan (yang aku yakin) cerah. Lihat saja, lebih banyak mana DSLR yang berpasangan dengan lensa 18-55 (DX) atau 24-85 (FX)?
Kalau misal Nikon merilis sebuah DSLR DX tingkat atas sebagai pengganti D300s, mayoritas konsumen DX bakal berlega hati. Sebab seperti ada niat dari Nikon untuk ngopeni sistem DX mereka. Yang mungkin bisa jadi bakal diikuti oleh rilisnya berbagai perlengkapan DX sesuai harapan konsumen.
Pengguna D600?
Jadi, kembali ke judul artikel ini, siapakah pengguna D600?
Pertama, dia harus punya banyak uang, hahaha. Sebab siapa yang sudi mengeluarkan uang $2.000 hanya untuk DSLR full-frame yang kelasnya di bawah D800? Bahkan kalau dibisiki “tambah $900 lagi dapat D800 lho!”, pasti konsumen itu bakal bimbang. Apalagi Nikon juga punya versi lain dari D800 yakni D800E.
Kedua, mungkin konsumen itu adalah pengguna D800 yang jengkel karena DSLR-nya terjangkit cacat pabrik yakni gangguan sistem autofokus. Beralihnya konsumen itu ke D600 untuk menyelamatkan perlengkapan FX yang terlanjur ia bangun.
Dari segala kerancuan ini mungkin pamungkasnya adalah rilisnya D400 sebagai pengganti D300s. Bisa jadi D400 bakal berada di antara D7000 dan D600, baik dari sisi harga maupun fasilitas. Walaupun jelas bahwa D400 tetap akan mengusung sensor DX untuk menekan biaya produksi dan mungkin Nikon memang sengaja merilis D600 dan kemudian D400 untuk menciptakan rentang harga dan segmen DSLR seperti di bawah ini.
DX | FX | ||||
Amatir | Menengah | Mahir | Menengah | Mahir | High-End |
D3200 | D7000 | D400 | D600 | D800 | D4 |
$500 | $1.000 | $1.500 | $2.000 | $2.900 | $6.000 |
*harga di atas body only dan harga D3200 hanya perkiraan dari harga kit-nya.
Yang lebih lucu dan anehnya lagi, produsen tetangga, Canon, juga merilis DLSR full-frame yang katanya “terjangkau” yakni D6. Sepertinya DSLR full-frame yang “terjangkau” ini kini menjadi tren, sama seperti sistem kamera mirrorless. Yang seperti ini kalau diikuti perkembangannya hanya akan membuat para konsumen kebingungan. Mungkin produsen-produsen itu juga sedang kebingungan, sebab mereka belum menemukan fokus dalam menggarap pasar DSLR dengan selera konsumen dewasa ini.
NIMBRUNG DI SINI