Kejadiannya di hari Minggu (20/2/2011) pagi, saat aku sedang bersepeda di dekat Fakultas Farmasi UGM ke arah utara menuju Jl. Kaliurang. Aku lihat ada obyek menarik. Ada seorang bapak yang sedang menuntun sepeda yang dijejali oleh muatan gerabah. Tidak hanya itu, terpaan cahaya matahari yang terhalang dedaunan pohon membentuk tekstur yang menarik di aspal jalan.
Aku menghentikan laju sepedaku, memarkirnya di trotoar, mengeluarkan kamera dari dalam tas, kemudian mulai membidik serta memikirkan komposisi.
Namun, yang muncul di benakku saat itu bukan bayangan bagaimana hasil foto yang kuhendaki, melainkan usaha bapak itu mendorong sepedanya yang penuh muatan.
Sebuah dilema–perang batin–antara memotret si bapak atau menolongnya. Bagaimanapun, aku terdorong untuk menolong si bapak. Pikiran kolotku mencari-cari alasan bahwa sebagai sesama pesepeda aku harus menolongnya. Namun dengan cara apa? Apakah harus aku tandem? Ataukah aku dorong? Tapi dengan beban muatan gerabah seberat itu, jelas aku juga akan kerepotan apabila seorang diri mendorong atau menandem. Toh, aku bukan Ki Ageng Sekar Jagad yang dikaruniai kekuatan super dalam bersepeda.
Aku tak kenal si bapak. Aku tak tahu dari mana beliau berasal dan ke mana beliau hendak pergi. Aku juga sedang diburu waktu. Pada akhirnya, aku hanya memotret apa yang bisa kupotret saat itu juga, tanpa perlu banyak memikirkan komposisi, tanpa perlu merasa iba pada si bapak.
Klik. Selesai.
Jadilah sebuah momen pengingat, dimana diriku bertindak sama dengan jutaan manusia lain:
Tidak melakukan sesuatu karena terlalu banyak mikir!
Ironisnya aku…
NIMBRUNG DI SINI
Matur Nuwun
Bagus yg ini. Lebih gampang ingatnya. :D
Eh iya, fotonya bagus. Coba kenalan, kali aja bapaknya mau pose ya..
Terima kasih kalau jadi mudah untuk diingat :)
Nah itu dia Bu, saya malu buat kenalan... :(