Mari kita ngerasani Nikon lagi! Hahaha.
Jadi ceritanya pada hari Senin (13/2/2017) yang lalu aku membaca artikel-nya Nikon Rumors yang mengabarkan bahwa Nikon membatalkan rilisnya 3 produk mereka yaitu Nikon DL 18-50, Nikon DL 24-85, dan Nikon DL 24-500.
Wew! Seumur-umur aku menekuni dunia fotografi, baru sekali ini rasanya Nikon membatalkan rilisnya suatu produk. Padahal, tiga produk Nikon DL di atas itu sudah diumumkan kepada publik pada bulan Juni 2016 silam.
Produk Nikon DL yang batal dirilis itu adalah produk kamera kompak premium. Sensornya memakai sensor 1" yang dipakai di kamera mirrorless Nikon. Bisa dibilang Nikon DL itu produk kamera kompak Nikon yang kelasnya jauh di atas seri Coolpix.
Alasan Nikon membatalkan rilisnya Nikon DL katanya sih karena "profitability concerns". Kalau dibahasa Indonesiakan menjadi "pertimbangan profit". Aku sih mengartikannya penjualan Nikon DL nggak bakal menghasilkan profit sesuai yang diharapkan oleh Nikon.
Penampakan tiga kamera Nikon DL yang selamanya tidak akan pernah dipasarkan.
Foto dipinjam dari http://nikonrumors.com.
Sebetulnya, tahun lalu, saat mendengar Nikon bakal merilis produk Nikon DL aku sudah membatin,
"Nikon ini kok ya masih nekat mainan di kamera kompak premium sih?",
Soalnya kan kita tahu dewasa ini pasar kamera kompak kurang bergairah. Apalagi kamera kompak premium yang harganya jelas muahaaal.
Pertanda Kebangkrutan Nikon?
Belum selesai dengan berita pembatalan produk Nikon DL, muncul lagi artikel di Nikon Rumors bahwa Nikon mengalami "extraordinary loss" yang berdampak pada "fundamental company-wide restructuring" dan revisi perkiraan finansial terakhir mereka.
Apakah dengan demikian Nikon berarti bangkrut?
Artikel lanjutan dari Nikon Rumors yang menyertakan video-nya Tony Northrup menjelaskan badai yang sedang menimpa Nikon ini.
"Extraordinary Loss" tidak menandakan bahwa Nikon bangkrut.
"Extraordinary Loss" merupakan suatu kerugian yang disebabkan suatu hal yang tidak terprediksi, tidak biasa, tiba-tiba, dan bukan dari hasil dari kegiatan operasional. "Extraordinary Loss" ini terjadi di salah satu unit usaha Nikon yang memproduksi semiconductor litography. Jadi, ""Extraordinary Loss" bukan disebabkan oleh unit usaha kameranya Nikon.
Dari sini agak sedikit lega.
Nikon Kurang Beradaptasi dengan Fotografi Kekinian?
Tapi, kalau boleh dibilang saat ini Nikon sendiri mengalami kesulitan untuk menguasai pasar industri kamera. Mungkin yang terjadi adalah Nikon gagal memanfaatkan peluang pasar.
Seperti yang kita tahu, dunia fotografi dewasa ini berkutat seputar...
Hampir sebagian besar dari kita memajang foto-foto di Instagram. Ya kan?
Dari fenomena popularitas Instagram ini sebetulnya kita sudah bisa menebak apa yang dihadapi oleh industri kamera saat ini.
Kenyataan yang tidak bisa dielakkan adalah kamera kompak saat ini kian tergusur oleh kamera telepon pintar (smartphone). Mayoritas foto-foto yang terpajang di Instagram itu kan dihasilkan pakai kamera telepon pintar toh? Meng-upload-nya ke Instagram pun memakai bantuan telepon pintar.
Iya nggak sih?
Aplikasi Nikon Snap Bridge penghubung kamera dengan telepon pintar yang masih banyak kurangnya.
Foto dipinjam dari http://www.nikon-image.com
Bukan hanya itu saja. Nggak sedikit orang yang berpendapat bahwa kualitas foto yang dihasilkan kamera telepon pintar itu LEBIH BAIK dibandingkan kualitas foto yang dihasilkan oleh kamera kompak.
Kalau mau mencari kambing hitam, mungkin ini semua gara-gara Apple yang mengemas teknologi mutakhir pada kamera di iPhone mereka . IPhone 7 Plus yang baru dirilis misalnya. Kamera IPhone 7 Plus dipersenjatai oleh 1 lensa sudut lebar dan 1 lensa telefoto. Sensor kameranya beresolusi 12 MP dan mampu merekam format foto RAW.
Kalau begini ceritanya, usia lini kamera kompak seri Coolpix-nya Nikon tinggal menghitung hari saja toh?
Nikon Harus Meniru Telepon Pintar?
Boleh dibilang cara pandang mayoritas orang terhadap teknologi fotografi kini berkiblat pada penggunaan telepon pintar. Kasarnya, piranti fotografi harus bisa dioperasikan semudah menggunakan kamera pada telepon pintar.
Ini masuk akal sih. Soalnya, saat ini kaum muda jelas lebih lincah mengoperasikan kamera pada telepon pintar ketimbang kamera konvensional. Hanya dengan sejumlah sentuhan ke layar LCD, foto terekam dan otomatis ter-share di Instagram. Mudah kan?
Coba deh bandingkan dengan penggunaan kamera konvensional.
Ya itu! Salah satu tantangan yang kini dihadapi oleh industri kamera (termasuk Nikon) adalah bagaimana caranya membidik orang-orang yang lebih familiar dengan kamera telepon pintar agar mau beralih menggunakan kamera konvensional.
Di sini kemudahan penggunaan kamera menjadi kuncinya.
Kenapa Nikon Key Mission Kurang Bergairah?
Tren di pasar kamera tidak melulu berkutat seputar kamera telepon pintar. Beberapa waktu yang lalu, pasar sempat bergairah oleh kamera aksi besutan GoPro. Banyak orang yang keganjringan dengan kamera aksi.
Nikon pun mencoba masuk ke segmen kamera aksi dengan mengusung produk Nikon Key Mission. Sayangnya, saat ini industri kamera aksi sudah terpukul. GoPro tak lagi digemari. Nikon pun terlanjur masuk ke pasar yang sudah lesu.
Mencoba merebut pasar GoPro dengan Key Mission. Tapi sayang pasarnya keburu ambruk.
Foto dipinjam dari http://nikonusa.com.
Dugannya kegagalan Nikon dalam memanfaatkan peluang pasar ini disebabkan oleh pengembangan kamera Key Mission yang ternyata menyita banyak waktu. Yah, kamera aksi memang sesuatu jenis kamera yang baru bagi Nikon.
Nikon Kapan Mau Fokus ke Software?
Sebagaimana yang disampaikan oleh Tony Northrup. Jika ingin bangkit dari keterpurukan maka Nikon wajib merilis produk-produk yang inovatif. Salah satu caranya adalah dengan menyematkan fitur-fitur unik yang tidak dimiliki kamera telepon pintar.
Jangan sampai Nikon mengulangi strategi produk yang diterapkannya saat ini. Belakangan ini kamera-kamera terbaru yang dirilis Nikon terkesan hanya sekedar update fitur yang kurang inovatif dan signifikan.
Mungkin Nikon bisa mengubah strategi dengan menciptakan kamera yang fiturnya bisa ditambah atau dikurangi sesuai kehendak pengguna. Ya seperti aplikasi di telepon pintar gitu. Jadinya untuk mendapatkan kamera dengan fitur terbaru tidak perlu dengan membeli kamera baru. Cukup dengan meng-install aplikasi yang dikehendaki.
Install software beda dengan update firmware lho!
Foto dipinjam dari http://nikonrumors.com.
Aku tahu Nikon adalah perusahaan imaging, bukan perusahaan software. Dengan demikian pengembangan software jelas bukan daerah kekuasannya Nikon.
Tapi ya mau bagaimana lagi?
Dewasa ini industri teknologi dengan industri software merupakan dua hal yang tak bisa dipisahkan. Semua hal dewasa ini serba digital. Serba terhubung ke internet. Serba praktis. Semuanya menjadi mungkin ya karena ada dukungan software.
Dengan kondisi perkembangan teknologi yang seperti ini mau tidak mau Nikon harus mengupayakan pengembangan software-nya juga. Mungkin Nikon bisa menyerahkan urusan pengembangan software ini pada perusahaan luar. Jadi Nikon bisa fokus mengembangkan teknologi imaging.
Eh, atau mungkin Nikon bisa menciptakan kamera dengan sistem software yang open source. Jadi pengguna juga dapat berinovasi mengembangkan software untuk kamera Nikon. Kalau caranya begini, sepertinya akan lebih banyak orang yang melirik Nikon. Terutama orang-orang yang berprofesi sebagai pengembang software.
Bukankah telepon pintar berbasis Android itu maju karena dukungan software-software yang dikembangkan oleh penggunanya?
Masih Ada Harapan Untuk Nikon
Sebagai pengguna kamera Nikon, terus terang awalnya aku kaget juga dengan berita "extraordinary loss". Pikirku Nikon bakal bangkrut dan nggak jelas sudahlah sistem kamera yang aku bangun dengan dana yang nggak sedikit, hahaha.
Aku berharap di masa depan Nikon bakal merilis produk yang inovatif yang tidak dimiliki oleh kompetitornya. Aku masih yakin bahwa kualitas produk imaging dari Nikon seperti kamera dan lensa itu tetap yang terbaik. Tapi jelas, untuk bisa menguasai pasar tetap dibutuhkan produk inovatif yang mampu menyedot perhatian pasar.
Oh iya, mencoba bersaing dengan Canon dan Sony dalam hal fitur perekam video di kamera sepertinya bakal membuang-buang tenaga. Itu karena Canon dan Sony sudah lebih dahulu mengembangkan teknologi perekam video jauh sebelum tren merekam video dengan DSLR dan Mirrorless merebak dewasa ini.
Aku akan tetap menanti produk kamera keluaran Nikon yang bakal membuatku berpikir,
"Ini produk wajib dibeli baru! Nggak mau kalau belinya produk pas sudah jadi barang bekas!"
NIMBRUNG DI SINI
Turuti kemauan pasar seperti fullframe mirrorless mungkin. Mungkin terdengar seperti Fuji atau Sony, tapi Saya yakin Nikon punya signature mereka sendiri. Which is, banyak yang menantikan ini.