Sang penanya pun terbengong-bengong ketika aku jawab pertanyaannya dengan judul artikel ini.
“Lha, katanya mau motret air terjun Mas?”
“Lha emang iya.”
“Tapi kok bilangnya nggak tahu bakal motret apaan?”
“Lha air wujud terjunnya sekarang seperti apa kita nggak tahu kan?”
Terima kasih untuk Tiwul yang sudah memotret aku.
Mungkin banyak di antara para pehobi foto yang belum sadar bahwa fotografi itu adalah ilmu untuk beradaptasi motret di segala kondisi apa pun.
Bisa dibilang manusia punya rencana, tapi Tuhan lah yang menentukan. Dalam rencana, dalam bayangan, sepanjang perjalanan, kita biasanya antusias (sekali) dengan objek buruan yang (katanya orang-orang) bagus.
Tapi, begitu tiba di lokasi, kita dihadapkan dengan sebuah kenyataan, fakta lapangan, yang harus ikhlas kita terima dari lubuk hati yang terdalam.
Yah ... syukur Alhamdulillah kalau ternyata objek buruan sesuai dengan ekpektasi kita. Tapi kadangkala, kalau sebelumnya imanjinasi kita terlalu liar, nggak jarang kita bakal kecewa.
Siapa tahu di lokasi hujan deras.
Siapa tahu di lokasi kotor.
Siapa tahu di lokasi banyak pengunjung.
Siapa tahu air terjunnya sedang kering.
DOH!
Apa pun itu. Yang aku ingin tekankan sebagai pehobi foto kelas amatir adalah:
Sabar. Hadapi dengan lapang dada.
Itu saja.
Hei! Optimis dong! Bukankah kita ini adalah warga negara yang terbiasa berakrobat untuk menghadapi tuntutan hidup di negara yang serba tak pasti ini?
Jadi ya itu menurutku, pemotret yang lihai adalah mereka yang bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan menghasilkan foto yang bagus dalam kondisi, situasi, dan peralatan yang ada saat itu.
Mari kita sama-sama belajar.
Bangsa ini butuh orang-orang seperti itu Pembaca.
NIMBRUNG DI SINI